1. Latar Belakang
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945,
Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah
barat Pulau Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu
masih menjadi salah satu salah satu provinsi Kerajaan Belanda, sama
dengan daerah-daerah lainnya. Pemerintah Belanda kemudian memulai
persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-lambatnya pada
tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan Papua
menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Hal ini
kemudian dibicarakan dalam beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum
internasional. Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan
Indonesia tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua Barat, namun
setuju bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam jangka waktu satu
tahun.
Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua Barat memiliki hak
merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB. Karena Indonesia mengklaim
Papua Barat sebagai daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah
Internasional untuk menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak.
Setelah Indonesia beberapa kali menyerang Papua Barat, Belanda
mempercepat program pendidikan di Papua Barat untuk persiapan
kemerdekaan. Hasilnya antara lain adalah sebuah akademi angkatan laut
yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua pada 1957. Sebagai kelanjutan,
pada 17 Agustus 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan
ibukota di Soasiu yang berada di Pulau Tidore, dengan gubernur
pertamanya, Zainal Abidin Syah yang dilantik pada tanggal 23 September
1956. Pada tanggal 6 Maret 1959, harian New York Times melaporkan
penemuan emas oleh pemerintah Belanda di dekat laut Arafura. Pada tahun
1960, Freeport Sulphur menandatangani perjanjian dengan Perserikatan
Perusahaan Borneo Timur untuk mendirikan tambang tembaga di Timika,
namun tidak menyebut kandungan emas ataupun tembaga
Karena usaha pendidikan Belanda, pada tahun 1959 Papua memiliki perawat,
dokter gigi, arsitek, teknisi telepon, teknisi radio, teknisi listrik,
polisi, pegawai kehutanan, dan pegawai meteorologi. Kemajuan ini
dilaporkan kepada PBB dari tahun 1950 sampai 1961.
Selain itu juga didakan berbagai pemilihan umum untuk memilih perwakilan
rakyat Papua dalam pemerintahan, mulai dari tanggal 9 Januari 1961 di
15 distrik. Hasilnya adalah 26 wakil, 16 di antaranya dipilih, 23 orang
Papua, dan 1 wanita. Dewan Papua ini dilantik oleh gubernur Platteel
pada tanggal 1 April 1961, dan mulai menjabat pada 5 April 1961.
Pelantikan ini dihadiri oleh wakil-wakil dari Australia, Britania Raya,
Perancis, Belanda, dan Selandia Baru. Amerika Serikat diundang tapi
menolak.
Dewan Papua bertemu pada tanggal 19 Oktober 1961 untuk memilih sebuah
komisi nasional untuk kemerdekaan, bendera Papua, lambang negara, lagu
kebangsaan ("Hai Tanahkoe Papua"), dan nama Papua. Pada tanggal 31
Oktober 1961, bendera Papua dikibarkan untuk pertama kali dan manifesto
kemerdekaan diserahkan kepada gubernur Platteel. Belanda mengakui
bendera dan lagu kebangsaan Papua pada tanggal 18 November 1961, dan
peraturan-peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 1961.
Pada 19 Desember 1961, Soekarno menanggapi pembentukan Dewan Papua ini
dengan menyatakan Trikora di Yogyakarta, yang isinya adalah:
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar